Pelajaran Berharga Florence : Hargai Orang Lain dalam Ruang Siber

“Pelajaran paling penting (kasus penghinaan Warga Jogjakarta di Path) adalah cuma satu dan itu paling berkesan dalam diri saya, yakni hargai orang lain,”, Demikian ucapan Florence yang dilansir oleh Kompas.

Sebagaimana Penulis sampaikan pada tulisan sebelumnya bahwa kultur atau budaya Indonesia menghargai orang lain. Hal inilah yang mendorong masyarakat membentuk etika yang sesuai dengan nilai dan budaya bangsa.

Apakah ruang siber atau yang lebih populer dikenal dengan Internet adalah ruang virtual yang borderless? Pada awal perkembangannya, Penulis setuju, akan tetapi untuk saat ini dan ke depan, Penulis ragu akan klaim tersebut, sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Tiap negara berusaha untuk menegaskan batas-batas yurisdiksinya dalam dunia siber. Kondisi yang “borderless” tidak membuat satu bangsa berdiam diri dan membiarkan kejahatan atau perbuatan yang merugikan warga negara, keamanan, dan kepentingan bangsa dan negara nya dapat dilakukan begitu saja tanpa ada penegakan hukum dan penegakan kedaulatan.

Apa hubungan membahas ucapan Florence dengan kedaulatan negara? Continue reading →

Penyebaran Informasi dari Situs Berita Palsu

Tulisan ini merupakan jawaban terhadap pertanyaan di hukumonline mengenai penyebaran informasi dari situs berita palsu.

Setidaknya ada dua bagian besar yang akan dijelaskan dengan perspektif UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu:

  1. distribusi konten yang dilarang oleh undang-undang;
  2. keberlakuan hukum Indonesia terhadap tindak pidana siber;
  3. situs berita palsu;

Continue reading →

Mendamaikan Kontroversi Pasal 27 ayat (3) UU ITE Kasus Flo!

Dari berbagai media yang penulis baca, diberitakan bahwa Flo dapat dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE karena telah menyebarkan informasi melalui akun sosial media Path yang dianggap menghina warga Joga. Penerapan pasal ini dalam kasus Flo jelas salah kaprah.

Dalam berbagai tulisan dan kesempatan, Penulis berusaha mengangkat maksud dan tujuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang mengatur mengatur larangan distribusi, transmisi, membuat dapat diaksesnya Informasi dan Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik ditujukan untuk melindungi martabat atau nama baik orang (naturlijk persoon) tertentu. Artinya, orang tersebut harus spesifik atau jelas identitasnya. Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak ditujukan kepada grup atau kelompok orang sebagaimana dimaksud dalam kasus Flo. Pasal ini juga tidak ditujukan kepada institusi, perusahaan, lembaga, kementerian, atau entitas hukum lain (rechts persoon) karena pada dasarnya, ketentuan tentang penghinaan dan pencemaran nama baik ini dimaksudkan untuk melindungi hak asasi manusia. Entitas hukum bukan manusia maka entitas hukum tidak memiliki hak asasi.

Mengapa perlu ada larangan distribusi atau transmisi suatu jenis konten? Mengapa perlu ada larangan mengenai penghinaan baik secara online maupun offline? Continue reading →

Akses Ilegal Sistem PANDI

Dua remaja, DBR dan ABR dijatuhi vonis Pengadilan Negeri Ponorogo dengan pidana tiga bulan penjara dan masa percobaan enam bulan karena membobol Sistem Elektronik Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI). Selain itu, mereka dijatuhi pidana denda lima puluh juta rupiah subsider mengikuti pelatihan kerja sosial selama tiga bulan.

Salah satu komentar yang hendak didiskusikan pada bagian ini ialah pernyataan yang dikemukakan oleh pihak Terpidana bahwa “mereka tidak bersalah dengan mencari-cari kelemahan PANDI kemudian menggunakannya,” sebagaimana dilansir oleh Tempo. Continue reading →